KATA
PENGANTAR
Syukur alhamdullilah
senangtiasa kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkah,
rahmat, hidayat dan kesehatan dari-NYA, sehingga kita bisa menyelesaikan
makalah ini. Dan tak lupa shalawat dan salam kita kirimkan untuk baginda
Nabiullah Muhammad SAW, nabi yang telah membawa ummatnya dari zaman jahiliah kezaman
yang terang-benderang, juga nabi yang telah diutus oleh Allah SWT kemuka bumi
ini sebagai rahmatanlilalamin.
Makalah ini kami buat
dengan tujuan untuk memenuhi salah satu mata kuliah yakni QUR’AN HADIS. Kami
berharap dalam penyusunan makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Tentunya kami sadari
bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu saran
dan kritik kami perlukan dalam hal yang bersifat membangun karena tidak
dipungkiri bahwa makalah ini masih terdapat kesalahan dalam penyusunanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang..................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................................................ 2
C. Tujuan.................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
akhlak................................................................................................. 3 B. Berbakti kepada kedua orang tua........................................................................ 4
C. Menjaga akhlak kepada kedua orang tua............................................................. 6
D.
Akhlak
kepada orang tua menurut Al-qur’an dan Hadits................................... 12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.......................................................................................................... 16 B. Saran.................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Betapa berat
tanggungan seorang ibu dikala mengandung dan demikian pula kalau sudah datang
waktunya melahirkan. Dengan mengerahkan seluruh perhatian, jiwa raga dan tenaga
si ibu melahirkan jabang bayinya dengan harap-harap cemas. Berharap agar bayi
yang dilahirkannya sehat dan sempurna keadaan sebagai manusia sempurna anggota
badannya, seperti susunan jasmaninya dan tumbuh dalam kadaan yang wajarbaik
jasmani maupun rohaninya. Cemas kalaw-kalaw jabang bayinya tidak normal baik jasmani dan rohabinya atau ada
gangguan-gangguan yang tidak diinginkannya .disamping itu derita jasmani si ibu
menahan sakit di kala melahirkan jabang bayinya tersebut.
Setelah jabang
bayinya lahir, betapa kasih sayang si ibu kepada anaknya, seakan-akan segala
yang ada pada si ibu adalah untuk anaknya. Jiwa, raga perhatian, kasih sayang
semuanya ditumpahkan untuk si jabang bayi itu, agar si bayi selamat sentosa
dalam pertumbuhannya menjadi manusia yang baik. Kata sanjung dan manjaan, kata
timang yang menandung doa dan harapan meluncur dicurahkan untuk si bayi, semoga
kelak menjadi manusia yang ideal. Bagus, ayu, gagah, tampan, buyung, upik,
asep, geulis, manis, molek, endah, elok dan semua sifat-sifat yang indah dan
baik di panggilkan untuk anaknya, karena kasih sayang kepada anak.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan menjadi pembahasan makalah ini, yaitu:
1. Apa pengertian akhlak?
2. Bagaimana berbakti kepada kedua
orang tua?
3. Bagaimana menjaga akhlak kepada orang tua?
4. Apa saja ayat Al-Qur’an dan hadits nabi tentang akhlak
kepada kedua orang tua ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah adalah:
1.
Untuk mengetahui pengertian Akhlak.
2.
Untuk
mengetahui cara berbakti kepada kedua orang tua.
3.
Untuk
mengetahui cara menjaga akhlak kepada kedua orang tua
4. Untuk mengetahuai ayat dan al qur’an dan hadits
nabi tentang akhlak kepada kedua orang tua
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian akhlak
Secara
etimologis akhlak berasal dari bahasa arab
yaitu Al-khulq,
Al-khuluq yang mempunyai arti watak, tabiat,[1].
Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq
Kesamaan akar kata diatas
mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian terciptanya keterpaduan
antara kehendak khaliq (tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia).
Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang laid an
lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang hakiki manakala tindakan atau
perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliqI (tuhan). Dari pengertian etimologis seperti
ini, akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur
hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antar
manusia dengan tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.[2]
Secara terminologis menurut Imam al-ghazali Akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa
memerlikan pemikiran-pemikiran dan pertimbangan.[3]
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Artinya:
“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan
seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya Hanya tumbuh
merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi
orang-orang yang bersyukur.”
(QS. Al- A’raf: 58)
Akhlak yang mulia adalah matlamat
utama bagi ajaran Islam. Ini telah dinyatakan oleh Rasulullah
Sallallahu’alaihiwasallam dalam hadisnya (yang bermaksud, antara lain:
“Sesungguhnya aku diutuskan hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.
Hal ini ditegaskan lagi oleh ayat
al-Qur’an dalam firman Allah:
Artinya:
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung” (QS. Al-Qalam: 4)
B. Berbakti
kepada kedua orang tua
Dalam Al-Quran dan Al-Hadis,
permasalahan berbakti kepada orang tua senantiasa dikaitkan dengan keimanan
kepada Allah, sedangkan masalah durhaka terhadap keduanya selalu dikaitkan
dengan berbuat syirik terhadap-Nya.Tak heran bila sebagian ulama menyimpulkan
bahwa keimanan seseorang tidak akan berarti selama dia tidak berbakti kepada
kedua orang tuanya dan tidak ada bakti kepada keduanya selama dia tidak beriman
kepada Allah.[4]
Berbuat baik kepada orang tua merupakan
ajaran yang menjadi ketetapan kitabullah Al-Quran dan Al-Hadis. Allah Ta’ala
berfirman:
Artinya:
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu pun. Dan berbuat
baiklah kepda kedua orang ibu bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.S. An-Nisa [4]: 36)
Allah menghubungkan beribadah kepada-Nya
dengan berbuat baik kepada orang tua. Hal ini menunjukkan betapa mulianya
kedudukan orang tua dan birrul walidain (
berbuat baik kepada kedua orang tua) di sisi Allah.
Secara naluri, orang tua rela mati
mengorbankan segala sesuatu untuk memelihara dan membesarkan anak-anaknya dan
anak mendapatkan kenikmatan serta perlindungan sempurna dari kedua rang tuanya.
Seorang anak selalu merepotkan dan
menyita perhatian orang tuanya. Tatkala kedua orang tua menginjak masa tua,
mereka pun tetap berbahagia dengan keadaan putra-putrinya. Akan tetapi, betapa
cepat seorang anak melalaikan jasa-jasa orang tuanya, hanya karena disibukkan
oleh istri dan anak-anaknya. Ia tidak perlu menasehati anak-anaknya hanya
seorang anak harus diingatkan dan digugah perasaannya atas kewajiban mereka
terhadap orang tuanya yang sepanjang umurnya dihabiskan untuk mereka serta
mengorbangkan segala yang ada demi kesenangan dan kebahagiaan mereka hingga
datang masa lelah dan letih.
Oleh karena itu, berbuat baik kepada kedua orang tua
menjadi keputusan mutlak dari Allah dan ibadah yang menempati urutan kedua
setelah beribadah kepada Allah
C. Menjaga Akhlak Kepada kedua orang tua
a).
Mentaati perintah kedua orang tua
Manusia penting untuk selalu menjaga
akhlak kepada orang tua. Manusia harus mentaati perintah orang tua karena pada
hakikatnya tidak ada orang tua yang menginginkan keburukkan bagi anak anaknya,
jadi apapun perintah mereka, tak lain adalah bentuk kecintaan yang tulus tanpa
pamrih. Keutamaan menjaga akhlak kepada orang tua melebihi keutamaan berjihad
dijalan Allah,sebagaimana dalam hadis Abdullah binMas’ud r.a., yaitu sebagai
berikut :
“Aku bertanya kepada Rasulullah
SAW.: ‘Amalan yang paling utama?’ Beliau menjawab: ’shalat tepat pada
waktunya.’Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab: ‘Berbakti kepada
kedua orang tua. ‘aku bertanya lagi: ‘kemudia apa? Beliau menjawab. ‘Berjihad
dijalan Allah.’ (H.R. Ahmad, Bukhari,
Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah.)
b). Menolak perintah bermaksiat kepada allah dan
rasul-Nya dengan cara baik dan Beretika
Keterbatasan pengetahuan dan
keimanan, orang tua memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan perintah
Allah maupun Rasulullah, jadi dalam keadaan semacam ini, agar akhlak kepada
orang tua tetap terjaga, kita diperintahkan untuk menolak dengan cara cara yang
baik. Allah berfirman dalam QS. Luqman ayat 15
“ Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan akusesuatu yang tidak da pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduannya, dan pergaulilah keduanya didunia dengan
baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku,kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan
(QS. Luqman :15)
c)
. Berkata sopan dan tidak melukai hati
Menjaga akhlakkepada orang tua dapat
dilakukan dengan menjaga adab berbicara kepada kedua orang tua dengan
menggunakan bahasa yang baik, kalimat yang sopan, dan tidak menyakiti hati.
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Isra’ Ayat 24.
“Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang, dan
ucapkanlah do’a : ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduannya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidikku waktu kecil.”
Kata-kata mulia yang dipakai untuk
ayah dan ibu, tentu saja menurut adat yang berlaku, yang dengan kata-kata itu
berarti memuliakan ibu dan ayahnya. Perkataan yang mulia bukan hanya terletak
pada bentuk kata itu sendiri, melainkan juga tergantung kepada cara
mengucapkannya, nada dan irama yang lembut, hati ibu dan ayah merasa bahagia.[5]
d).
Merawat kedua orang tua lanjut usia dengan sabar dan ikhlas
Agar Akhlak kepada orang tua seorang
muslim tetap terjaga hendaknya mereka menjaga orang tuanya hingga kahir
hayatnya. Allah berfirman dalam Q.S. A-Isra’ ayat 23
Artinya:
“… Bila
salah satu dari keduanya atau kedua-duanya mencapai usia lanjut disisimu, maka
janganlah kamu katakan : “ah!” dan jangan pula menghardik, dan katakana kepada
mereka perkataan yang mulia!”
e). Kewajiban kepada ibu
Seseorang harus memuliakan ibunya karena memang jasa seorang
ibukepada anaknya tidak bisa dihitung-hitung dan tidak bisa ditimbang dengan
ukuran sampaipun dalam peribahasa kita terkenal; kasih ibu sepanjang
jalan,kasih anak sepanjang ingatan. Ibu mengasihi anaknya tidak ada ujung
penghabisannya bagaimanapun keadaan anaknya(kalau ada yang tidak demikian
adalah merupakan pengecualian), tetapi kasih anak kepada orang tuanya
bagaimanapun tidak seperti kasih orang tua terutama ibu kepada anaknya.
Betapa jasa
orang tua kepada anaknya itu, menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
dalam kitab ‘’ Al Jami’ush-shahih’’ yang terkenal dengan nama kitab Shahih
Muslim dalam kitabullah’itq, dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:
Artinya:
‘’tidak akan (dapat) membalas seorang anak kepada orang
tuanya, kecuali si anak itu mendapatkan orang tuanya sebagai hamba sahaya,
kemudian si anak membelinya dan memerdekakannya.[6]
Ibu dan
ayah adalah kedua orang tua yang sangat besar jasanya kepada anaknya, dan
mereka mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap anaknya tersebut. Jasa
mereka tidak dapat dihitung dan dibandingkan dengan harta, kecuali
mengembalikan kecuali menjadi orang merdeka sebagai manusia mempunyai hak
kemanusiaan yang penuh setelah menjadi budak karena sesuatu keadaan yang tidak
diinginkan
Kalau ibu
merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung , maka bapakpun
merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan
menyekolahkannya, disamping usaha ibu. Menurut hadis yang diiwayatkan oleh
Al-Bukhari muslim dari Abu Hurairah: seorang sahabat bertanya kepada
Rasulullah: ‘’Ya Rasulullah, siapakah yang harus saya berbuat baik?
‘’Rasulullah menjawab:’’kepada ibumu!’’ sahabat bertanya lagi: ‘’kemudian siapa
lagi? Rasul menjawab lagi: kepada ibumu ! sahabat bertanya lagi: ‘’kemudian
siapa lagi? Rasul menjawab lagi: kepada ibumu !
sahabat bertanya lagi (yang keempat kalinya): ‘’kemudian siapa lagi?
‘’Rasul menjawab:” kemudian kepada ayahmu”.
f).
berbuat baik kepada Ibu dan atau Ayah yang sudah meninggal dunia
apabila ibu dan ayah masih hidup, si anak berkewajiban
berbuat baik, dan itu mudah dilakukan
dengan berbagai macam cara, baik yang bersifat moral, maupun yang
bersifat material.
Bagaimana
berbuat baik kepada orang tua yang sudah tiada. Dalam hal ini menurut tuntunan
ajaran islam sebagaimana yang di ajarkan oleh Rasulullah dari Abu Usaid:
Artinya:
Abu Usaid berkata:”kami pernah
berada pada suatu majelis bersama Nabi, sesorang bertanya kepada Rasulullah
:wahai Rasululah, apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya meninggal dunia
yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan
kepada kedua orang tuaku”. Rasulullah bersabda: “ya, ada empat hal: mendoakan
dan memintakan ampun untuk keduanya; menepati/melaksanaka janji keduanya;
memuliakan teman-teman kedua orang tua; dan bersilatuhrahim yang engkau tiada
mendapatkan kasih sayang kecualikarena kedua orang tua”.[7]
Hadits ini menunjukkan cara kita
berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila beliau-beliau itu sudah tiada.
D. Akhlak Kepada Orang Tua Menurut Al-Qur’an dan Hadits
a). Al-Qur’an
Artinya:
“Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.” (Q.S Luqman : 14)
b)Asar Al-Hadis
1) Dalam sebuah
riwayat disebutkan bahwa Abdullah ibn Mas’ud berkata:
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ لِوَقْتِهَا
قُلْتُ: ثُــمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قُلْتُ: ثُــمَّ أَيٌّ؟قَالَ:
اَلْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ. (رواه البخارى و مسلم)
Artinya:
“Aku bertanya kepada Rasulullah SAW; Apakah amalan yang
di utama? Beliau menjawab, sholat pada waktunya. Saya bertanya lagi; kemudian
apa? Beliau menjawab, berbuat baik kepada kedua orang tua. Saya bertanya
lagi; kemudian apa? Beliau menjawab, jihad di jalan Allah.” (H.R.
Al-Bukhori dan Muslim)
2) Dalam riwayat lain dari
Abdullah bin Amr bin Ash dikatakan:
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ
الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَاعَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: رِضَااللهِ فِيْ رِضَاالْوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ اللهِ فِيْ َسُخْطِ
الْوَالِدَيْنِ (اخرجه التّرمذى وصحّحه ابن حبّان والحاكم)
Artinya:
Dari Abdullah bin Amr bin Ash RA., dari Nabi SAW beliau
bersabda: Keridlaan Allah terletak pada keridlaan kedua orang tua, dan
kemarahan Allah terletak pada kemarahan kedua orang tua. (dikeluarkan oleh
Tirmidzi dan dibenarkan oleh Ibnu Hibban)
3)
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra.:
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ: يَارَسُوْلَ اللهِ مَنْ اَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِيْ؟ قَالَ: أُمُّكَ
قَالَ: ثُـمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ قَالَ: ثُـمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ قَالَ:
ثُـمَّ مَنْ؟قَالَ: ثُـمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُـمَّ أَبُوْكَ (رواه البخارى و مسلم)
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra berkata: seorang laki-laki datang
kepada Rasulullah SAW, ia berkata: Wahai Rasulullah, siapakah yang paling
berhak untuk saya pergauli dengan baik? Nabi menjawab: “Ibumu”. Dia bertanya
(lagi): lalu siapa? Nabi menjawab: “Ibumu”. Dia bertanya (lagi): lalu siapa?
Nabi menjawab: “Ibumu”. Dia bertanya (lagi): lalu siapa? Nabi menjawab:
kemudian bapakmu. (H.R. Al-Bukhori dan Muslim)
4)
Riwayat yang
lain menyebutkan:
Al-Bazzar meriwayatkan hadis dari Buraidah dari ayahnya bahwa ada seorang
laki-laki yang sedang thowaf
sambil
menggendong ibunya, lalu ia bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Apakah dengan
ini saya sudah menunaikan haknya?” Beliau
menjawab, “Belum, walaupun secuil”.
[1]
Al-munjid fi al-lughah wa al-I’lam (Beirut: Dar al-masyriq, 1989), cet.
Ke 28,hlm. 164.
[2]
Harun Nasution., Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992)
hlm. 98.
[3]
Drs.H.Yunahar Ilyas, Lc.,M.A. kuliah akhlak (Yogyakarta:LPPI, 1999) ,
hlm 1
[4] Drs.Rosihin
Anwar,akhidah akhlak,(Bandung,CV.Pustaka,Bandung,2008),cet 1,hlm 231
[5]
Drs.H.A. Mustofa.,Akhlak Tasawuf (bandung: CV.Pustaka Setia,2014), cet.
Ke 6, hal 172
[6]
HR.Muslim, Shahih muslim 25,26 Abu Dawud, cf.Al-Adawy,hal 101
[7]
Ibid, hal 179
DAFTAR PUSTAKA
Nasution Harun,1992, Ensiklopedia
Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta
Ilyas Yunahar, 1999, Kuliah
Akhlak, LPPI, Yogyakarta
Mustofa, 2014, Akhlak tasawuf, C.V
Pustaka Setia, Bandung
Anwar Rosihin,2008,akhidah akhlak,CV
Pustaka Bandung, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar