Kamis, 01 Juni 2017

makalah pendidikan karakter



Karakter Dan Pendidikan Karakter


MAKALAH

Tugas ini dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada mata Kuliah Bahasa Indonesia pada Jurusan Tarbiyah Prodi Pendidikan Agama Islam  Semester 2
                                                                        OLEH:

Chilma Nihayatul Ulya
02161140

Dosen Pemandu : Andi Sri Mularahmah,.S.Pd,.M.Pd
                                   
                                               
                                                PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STAIN WATAMPONE
2017







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Banyak factor yang meneybabkan runtuhnya karakter bangsa Indonesia pada saat ini. Diantaranya adalah factor pendidikan. Kita tentu sadar bahwa pendidikan merupakan mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa dan juga berfungsi sebagai arena mencapai principal dalam pembinaan karakter bangsa. Berkaitan dengan pembentuka karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, mermoral dan sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar,2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mataoleh pengetahuan dan kemampuan teknis saja(hard skill), tetapi lebih oleh kemampuan menelola diri dan orang lain(soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan soft skill. Bahkan orang orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat di Indonesia sendiri juga lemah sekali dalam penguasaan soft skill.
B.Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yakni.
1.      Apa pengertian karakter?
2.      Seperti apa pendidikan karakter?
3.      Bagaimana peran keluarga dalam pendidikan karakter?
4.      Bagaimana peran guru disekolah dalam pendidikan karakter?
5.      Bagaimana hubungan pendidikan karakter dengan kecerdasan moral?

C.Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui apa itu karakter
2.      Untuk mengetahui pendidikan karakter
3.      Untuk mengetahui peran keluarga dalam pendidikan karakter
4.      Untuk mengetahui peran guru dalam pendidikan karakter
5.      Untuk mengetahui hubungan pendidikan karakter dengan kecerdasan moral
 


BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Karakter
            Apa itu karakter? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah ‘karakter’ berarti ‘sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak.[1] Bila dilihat dari asal katanya, istilah ‘karakter’ berasal dari bahasa Yunani karasso, yang berarti ‘cetak biru’,’format dasar’ atau ‘sidik’ seperti dalam sidik jari.[2]
            Secara konseptual, lazimnya, istilah ‘karakter’ dipahami dalam dua kubu pengertian. Pengertian pertama , bersifat determinstik. Disini karakter dipahami sebagai sekumpulan kondisi rohaniah pada diri kita yang sudah teranugerahi atau ada dari sononya( given). Dengan demikian ia merupakan kondisi yang kita terima begitu saja, tak bisa kita ubah. Ia merupakan tabiat seseorang yang bersifat tetap, menjadi tanda khusus yang membedakan orang yang satu dengan lainnya. Pengertian kedua , bersifat non determinstik atau dinamis. Disini karakter dipahami sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi kondisi rohaniah yang sudah given. Ia merupakan proses yang dikehendaki oleh seseorang (willed) untuk menyempurnakan kemanusiaannya.
            Bertolak dari tegangan (dialektika) dua pengertina itu, muncullah pemahaman yang lebih realistis dan utuh mengenai karakter. Ia dipahami sebagai kondisi rohaniah yang belum selesai. Ia bisa diubah dan dikembangkan mutunya, tapi bisa pula diterlantarkan sehingga tak ada peningkatan mutu atau bahkan makin terpuruk.
            Berdasarkan pemahaman itu, maka orang yang bersifat pasrahpada kondisi-kondisi diri yang sudah ada, disebut berkarakter lemah. Disisi lain, mereka yang tak mau begitu saja menerima kondisi-kondisi diri yang sudah ada, melainkan berusaha mengatasinya, disebut berkarakter kuat atau tangguh, mereka senagtiasa berupaya menyempurnakan diri, meskipun menghadapi  tekanan dari luar dan godaan dari dalam.
Pendidikan Karakter
            Pendidikan karakter adalah upaya tang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti yang secara objektif baik bagi individu maupun masyarakat. Kebajikan-kebajikan inti disini merujuk pada dua kebajikan fundamental dan sepuluh kebajikan esensial sebagaimana telah diuraikan diatas.
            Dalam paradigma lama, keluarga dipandang sebagai tulang punggung pendidikan karakter. Hal ini bisa dipahami, karena pada masa lalu, lazimnya keluarga-keluarga bisa berfungsi sebagai tempat terbaik bagi anak-anak untuk mengenal dan mempraktikkan berbagai kebajikan. Para orang tua biasanya memiliki kesempatan mencukupi serta mampu memanfaatkan tradisi yang ada untuk mengenalkan secara langsung berbagai kebajikan kepada anak-anak melalui teladan, petuah, cerita/dongeng, dan kebiasaan setiap hari secara intensif. Demikianlah, keluarga-keluarga pada masa lalu umumnya dapat diandalkan sebagai tulang punggung pendidikan karakter.
            Akan tetapai, proses modernisasi membuat banyak keluarga mengalami perubahan fundamental.[3] Karena tuntutan pekerjaan, kini banyak keluarga yang hanya memiliki sangat sedikit waktu bagi berlangsungnya perjumpaan yang erat antara ayah, ibu, dan anak. Bahkan, makin banyak keluarga yang, karena tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup, memilih untuk tidak tinggal dalam satu rumah, melainkan saling berjauhan tempat tinggal antara ayah, ibu, dan anak. Belum lagi, makin banyak keluarga bermasalah ,tidak harmonis, terjadi baerbagai kekerasan dalam rumah tangga, bahkan perceraian.
            Singkat kata, kini makin banyak keluarga yang tidak bisa berfungsi sebagai tempat terbaik bagi anak-anak untuk mendaparkan pendidikan karakter. Itulah sebabnya amat baik bila sekolah menyelenggarakan pendidikna karakter. Bahkan, sekolah perlu terus berupaya menjadikan dirinya sebagai tempat terbaik bagi kaum muda untuk mendapatkan pendidikan karakter.
            Sedikitnya, ada empat alasan mendasar mengapa sekolah pada masa sekarang perlu lebih bersungguh-sungguh menjadikan dirinya tempat terbaik bagi pendidikan karakter.[4] Diantaranya sebagai berikut :
1.      Karena banyak keluarga (tradisional maupun non tradisional) yang tidak melaksanakan pendidikan karakter
2.      Sekolah tidak hanya bertujuan membentuk anak yang cerdas, tetapai juga anak yang baik
3.      Kecerdasan seorang anak hanya bermakna manakala dilandasi dengan kebaikan
4.      Karena membentuk anak didik agar berkarakter tangguh bukan sekadar tugas tambahan bagi guru, melainkan tanggung jawab yang melekat pada perannya sebagai seorang guru
Mengapa kini banyak orang menginginkan agar sekolah makin peduli pada pendidikan karakter?. Itu karena pendidikan karakter ibarat sauh yang membuat kita semua punya alas an kuat untuk tetap memiliki harapan dan sikap optimis bahwa masyarakat yang lebih baik akan terwujud kelak dikemudian hari. Maka, sungguh sayang manakala ada sekolah yang mengabaikan atau bersikap setengah hati dalam menanggapi keinginan masyarakat itu. Sekolah yang berdedikasi, pastilah akan menerima dengan antusias tanggung jawab social yang cukup menantang
Ada beberapa prinsip pendidikan karakter, meliputi:
a)      Sekolah harus berkomitmen pada nilai nilai etis inti
b)      Karakter harus dipahami secara utuh, mencakup pengetahuan atau pemikiran, perasaan, dan tindakan
c)      Sekolah harus bersikap proaktif dan bertindak sistematis dalam pembelajaran karakter dan tidak sekedar menunggu datangnya kesempatan
d)     Sekolah  harus membangun suasana saling memperhatikan satu sama lain dan menjadi dunia kecil mengenai masyarakat yang salin peduli
e)      Sekolah perlu bekerja bersama dan mendialogkan norma mengenai pendidikan karakter
f)       Harus dilakukan evaluasi mengenai efektifitas pendidikan karakter disekolah terutama terhadap guru dan karyawan, serta siswa
Peran Keluarga dalam Pendidikan Karakter
Pengembangan karakter merupakan proses seumur hidup . pengembangan karakter anak merupakan upaya yang perlu melibatkan semua pihak, baik keluarga inti, keluarga (kakek-nenek), sekolah, masyarakat, maupun pemerintah. Oleh karena itu keempat koridor ini harus berjalan secara terintegrasi. Pemerintah, lembaga social, tokoh masyarakat/tokoh agama, pemuka adat, dan lainnya memiliki tanggung jawab yang sama besarnya dalam melaksanakan pendidikan karakter. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter juga. Dengan begitu, fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal. Untuk itu tiga pihak yang mempunyai peran penting agar pembangunan karakter pada anak dapat ditumbuh kembangkan, yaitu keluarga, sekolah dan komunitas.
Pada keluarga inti, peranan utama pendidikan terletak pada ayah dan ibu. Philips menyarankan bahwa keluarga hendaknya menjadi sekolah untuk kasih sayang , atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang. Menurut Gunaldi, ada tiga peran utama yang dapat dilakukan ayah dan ibu dalam mengembangkan karakter anak. Pertama berkewajiban menciptakan suasana yang hangat dan tenteram. Tanpa ketentraman akan sukar bagi anak untuk belajar apapun dan anak akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan jiwanya. Ketegangan atau ketakutan adalah wadah yang buruk bagi perkembangan karakter anak. Kedua, menjadi panutan yang positif bagi anak sebab anak belajar terbanyak dari apa yang dilihatnya, bukan dari apa yang didengarnya. Karakter orang tua yang diperlihatkan melalui perilaku nyata merupakan bahan pelajaran yang akan diserap anak. Ketiga, mendidik anak, artinya mengajarkan karakter yang baik dan mendisiplinkan anak agar berperilaku sesuai dengan apa yang telah diajarkannya..[5]
Secara perinci, setidaknya terdapat 10 cara yang dapat dilakukan ayah-ibu untuk melakukan pengasuhan yang tepat dalam rangka mengembangkan karakter yang baik pada anak, antara lain:
1.      Menempatkan tugas dan kewajiban ayah-ibu sebagai agenda utama.
2.      Mengevaluasi cara ayah-ibu dalam menghabiskan waktu selama sehari/seminggu
3.      Menyiapkan diri menjadi contoh yang baik
4.       Membuka mata dan telinga terhadap apa saja yang sedang mereka serap/alami
5.      Menggunakan bahasa karakter
6.      Memberikan hukuman dengan kasih sayang
7.      Belajar untuk mendengarkan anak
8.      Terlibat dalam kehidupan sekolah anak
9.      Tidak mendidik karakter melalui kata-kata saja
10.  Tidak mendidik karakter melalui kata-kata saja
Keluarga adalah sekolah tempat putra putri belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-sifat mulia, seperti kesetiaan, rahmat, dan kasih sayang. Dari kehidupan keluarga seorang ayah dan suami memperoleh dan memupuk sifat keberanian dan keuletan sikap dan upaya dalam membela sana keluarganya dan membahagiakan mereka pada saat hidupnya dan setelah kematiannya. Keluarga adalah unit terkecil yang bisa menjadi pendukung dan pembangkit lahirnya bangsa dan masyarakat. Tidaklah memeleset jika dikatakan al-usrah’imad al-bilad biha tahya wa biha tamut (keluarga adalah tiang Negara, dengan keluargalah Negara bangkit dan runtuh).
Peran Guru di Sekolah dalam Pendidikan Karakter
            Guru adalah profesi yang mulia, mendidik dan mengajarkan pengalaman baru bagi anak didiknya. Apa yang membuat guru dikatakan hebat? Kualitas apa yang diharapkan pada diri seorang guru? Berikut adalah beberapa tips bagaimana menjadi guru berkarakter yang hebat.[6]
1.      Mencintai anak. Cinta yang tulus kepada anak adalah modal awal mendidik anak. Guru menerima anak didiknya apa adanya, mencintainya tanpa syarat dan mendorong anak untuk melakukan yang terbaik pada dirinya. Penampilan yang penuh cinta adalah dengan senyum, sering tampak bahagia dan menyenangkan dan pandangan hidupnya positif.
2.      Bersahabat dengan anak dan menjadi teladan bagi anak. Guru harus bisa diguru dan ditirunoleh anak. Oleh karena itu, setiap apa yang diucapkan dihadapan anak harus benar dari sisi apa saja. Keilmuan moral, agama dan budaya. Cara penyampaianya pun harus “menyenangkan” dan beadab. Ia harus bersahabat dengan anak-anak tanpa ada rasa kikuk. Anak senangtiasa mengamati perilaku gurunya dalam setiap kesempatan.
3.      Mencintai pekerjaan guru. Guru yang mencintai pekerjaannya akan senagtiasa bersemangat. Setiap tahun ajaran baru adalah dimulainya satu kebahagiaan dan satu tantangan baru. Guru yang hebat tidak akan merasa terbebani dan bosan.
4.      Luwes dan mudah beradaptasi dengan perubahan. Guru harus terbuka dengan tekhnik mengajar baru, membuang rasa sombong dan selalu mencari ilmu. Ketika masuk kelas, guru harus dengan pikiran terbuka dan tidak ragu mengevaluasi gaya mengajarnya sendiri, dan siap berubah jika diperlukan
5.      Tidak pernah berhenti belajar. Dalam rangka meningkatkan profesionalitasnya, guru harus selalu belajar dan belajar.

Gambar: Ciri Guru Berkarakter
            Apabila ciri-ciri tersebut dimiliki oleh guru alih alih disbut sebagai guru berkarakter, tentu keresahan di dunia pendidikan tidak akan terjadi. Keresahan yang paling menonjol akhir-akhir ini adalah kekerasan terhadap siswa. Sekedar contoh, yang masih diingatan kita adalah kasus seorang guru yang menendang siswanya hingga geger otak, kasus seorang guru yang memukuli satu persatu siswanya yang terlambat masuk kelas. Mengapa demikian? Beban tugas guru yang berat, kesejahteraan yang belum baik, dan rendahnya”kecerdasan” emosional merupakan salahsatu sebab mengapa guru bisa berbuat khilaf dengan jalan menebarkan aroma kekerasan didalam kelas.
            Menurut Carl Witherington, ada empat hal yang harus diketahui guru untuk mengetahui emosi siswanya, yaitu
1)      Aspek emosi yang terlihat oleh mata seperti gemetar, takut sehingga matanya terbelalak, menggeretakkan gigi unruk mengepresiasikan rasa marah dan sebagainya.
2)      Emosi yang ditunjukkan oleh sikap kurang senang, senang, benci.
3)      Ungkapan-ungkapan atau umpatan dari siswa, dan
4)      Kecenderungan emosi yang bersifat kualitatif, misalnya dirangsang oleh individu lain hingga timbul rasa senang, benci, jijik, malu, marah dan sebagainya


Ciri Dasar Pendidikan Karakter
            Menurut Foerster, pencetus pendidikan karakter dan pedagog jerman, ada empat cirri dasar dalam pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normative setiap tindakan. Kedua, koherensi yang member keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau dekat resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang. Ketiga, otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadu nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik, dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.[7]
Gambar: Ciri dasar pendidikan Karakter
Kematangan keempat karakter ini, lanjut Foerster. Memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas.”orang-orang modern sering mencampuradukkan individualitas dan personalitas, antara aku alami dan aku rohani, antara independensi eksterior dan interior’’. Karakter inilah yang menentukan performa seorang pribadi dalam segala tindakannya.
            Dalam praktiknya, Lickona dkk menemukan sebelas prinsip agar pendidikan karakter dapat berjalan evektif kesebelas prinsip tersebut sebagai berikut[8]
1)      Kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi karakter yang baik
2)      Devinisikan ‘karakter’ secara komperehensif, yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku
3)      Gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam pengembangan karakter
4)      Ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian
5)      Beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral
6)      Buat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa untuk berhasil
7)      Usahakan mendorong motivasi diri siswa
8)      Libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggung jawab dalam pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang membimbing pendidikan siswa
9)      Tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang bagi inisiatif pendidikan karakter
10)  Libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter
11)  Evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana siswa memanifestasikan karakter yang baik.
Dalam pendidikan karakter sangat penting dikembangkan nilai-nilai etika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik. Sekolah harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai dimaksud, mendevinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Selain itu, sekolah harus mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antarmanusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebutdisekolah dan masyarakat
Hubungan Pendidikan karakter dengan pengembangan kecerdasan moral
            Pendidikan karakter secara esensial, yaitu untuk mengembangkan kecerdasan moral atau mengembangkan kemampuan moral anak-anak. Cara menumbuhkan karakter yang baik dalam diri anak didik adalah dengan membangun kecerdasan moral. Kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah, artinya memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan terhormat[9]. Kecerdasan yang sangat penting ini mencakup karakter-karakter utama, seperti kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat, mampu mengendalikan dorongan dan memunda pemuasan, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberikan penilaian, menerima dan menghargai perbedaan, bisa memahami pilihan yang tidak etis, dapat berempati, memperjuangkan keadilan, dan menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat terhadap orang lain. Ini merupakan sifat-sifat utamayang akan membentuk anak menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan warga Negara yang baik. Inilah yang paling diharapkan dari anak-anak kita.
            Kecerdasan moral dapat dipelajari, dan dapat memulai membangunnya saat anak masih dalam usia balita. Meski pada usia tersebut mereka belum mempunyai kemampuan kognitif untuk melakukan penalaran moral, seperti melatih control diri, bersikap adil, menunjukkan rasa hormat, berbagi dan berempati. Namun kenyetaannya, riset terbaru dalam bidang perkembanagan moral menunjukkan bahwa bayi berusia enambulan sudah dapat menunjukkan respons terhadap kesedihan orang lain dan mempelajari dasar-dasar empati. Kesalahan yang seringterjadi adalah orang tua menunggu hingga anak berusia enam atau tujuh tahun(yang disebut tahap penalaran) untuk membangun moral. Penundaan seperti itu hanya akan membuat anak semakin berkesempatan mempelajari kebiasaan negative yang merusak. Hal ini akan mengganggguperkembangan moral, sehingga mereka semakin sulit untuk berubah. Meski kecerdasan moral dapat dipelajari, tetapi tidak dijamin dapat dicapai. Kecerdasan moral harus secara sadar dipelajari dan ditumbuhkan. Semakin cepat menanamkan kemampuan kecerdasan moral anak, semakin besar kesempatannya membangun dasar-dasar yang dibutuhkan bagi pembentukan karakter yang kuat, serta kesempatannya mengembangkan kemampuan berpikir, berkeyakinan, dan bertindak sesuai nilai-nilai moral. Kecerdasan moral terbangun dari beberapa kebajikan utama yang membantu anak menghadapi tantangan dan tekanan etika yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupannya kelak. Kebajikan utama tersebutlah yang akan melindunginya agar tetap selalu bermoral dalam bertindak. Berikut tujuh kebajikan utama yang akan menjaga sikap baik seumur hidup pada anak[10]:
a.       Empati
b.      Hati nurani
c.       Kontrol diri
d.      Rasa hormat
e.       Kebaikan hati
f.       Toleransi
g.      Kedilan






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      karakter dipahami sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi kondisi rohaniah yang sudah given. Ia merupakan proses yang dikehendaki oleh seseorang (willed) untuk menyempurnakan kemanusiaannya.
2.      Pendidikan karakter adalah upaya tang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti yang secara objektif baik bagi individu maupun masyarakat
3.      Peran keluarga sangat penting dalam pendidikan karakter karena keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak dalam menjalani rutinitas sehari-hari.
4.      Menurut Carl Witherington, ada empat hal yang harus diketahui guru untuk mengetahui emosi siswanya, yaitu
1)             Aspek emosi yang terlihat oleh mata seperti gemetar, takut sehingga matanya terbelalak, menggeretakkan gigi unruk mengepresiasikan rasa marah dan sebagainya.
2)             Emosi yang ditunjukkan oleh sikap kurang senang, senang, benci.
3)             Ungkapan-ungkapan atau umpatan dari siswa, dan
4)             Kecenderungan emosi yang bersifat kualitatif, misalnya dirangsang oleh individu lain hingga timbul rasa senang, benci, jijik, malu, marah dan sebagainya
5.      Cara menumbuhkan karakter yang baik dalam diri anak didik adalah dengan membangun kecerdasan moral. Kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah, artinya memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan terhormat
B.     Saran
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Penulis akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.






DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas.2008 kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Gramedia Pustaka utama,2008

Doni Koesoema A.2007.pendidikan karakter. Jakarta: Grasindo
      
Lickona.1991character education in America’s school.California: Innerchoiche publishing
Saptono.2012. dimensi-dimensi pendidikan karakter.jawa tengah: Erlangga

Mukti amini.2008,pengasuhan Ayah Ibu yang patut, kunci sukses mengembangkan karakter anak. Yogyakarta:Tiara Wacana

Muslich masnur.2013. pendidikan karakter:menjawab tntangan krisis multidimensional jakarta:Bumi akasara,

      Zubaedi,2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta:Kencana




[1]      Depdiknas.. kamus Besar Bahasa Indonesia.( Jakarta: Gramedia Pustaka utama,2008), h. 623
[2]      Doni Koesoema A..pendidikan karakter. (Jakarta: Grasindo,2007)
[3]            Lickona.character education in America’s school.( California: Innerchoiche publishing1991)  h. 31
[4] Saptono.dimensi-dimensi pendidikan karakter.(jawa tengah: Erlangga,2012).h. 24
[5]            Mukti amini,pengasuhan Ayah Ibu yang patut, kunci sukses mengembangkan karakter anak(Yogyakarta:Tiara Wacana,2008), h.108
[6]             Muslich masnur.pendidikan karakter:menjawab tntangan krisis multidimensional (.jakarta:Bumi akasara,2013)  h.56
[7]       Muslich,masnur. pendidikan karakter:menjawab tntangan krisis multidimensional . h .128
[8]       Muslich,masnur.pendidikan karakter:menjawab tntangan krisis multidimensional .h. 129
[9] Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter( Jakarta:Kencana,2011). h. 57
[10] Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter, h.145